Print Friendly and PDF Manis Tanggoran Gunung: Mari Berpuisi

WIKIPEDIA (Perluas pemahaman dengan mencari arti istilah bahasa)

Hasil penelusuran

Mari Berpuisi

SAYA agak kagét juga mendengar kemenakan dan anak-anak muda yang berbicara dengan saya mempergunakan kata ganti orang pertama “aku”, sebab kata ganti orang pertama yang biasa saya gunakan adalah “saya”. Begitu juga mereka yang seusia dengan saya, biasa mempergunakan kata “saya”. Kata “aku” biasanya hanya digunakan dalam téks sastera. Yang menarik dalam téks sastera justru kata ganti orang pertama “saya” jarang dipakai pengarang naratif kalau mempergunakan gaya bercerita sebagai orang pertama. Hal itu menunjukkan adanya perubahan sosial yang mempengaruhi alam pikiran tiap individu anggota masyarakat pemakai bahasa. Pemakaian kata ganti orang pertama “saya”, agaknya dianggap terlalu merendahkan diri. Kata “saya” seperti diketahui berasal dari kata “sahaya” yang sama artinya dengan “hamba”, dari “hamba sahaya” yaitu budak belian. Meskipun berasal dari kata “sahaya” dan kata “sahaya” sama artinya dengan “hamba”, tetapi orang-orang yang segenerasi dengan saya atau satu-dua generasi lebih tua sepanjang tahu saya tidak ada yang mempergunakan kata “hamba” sebagai kata ganti orang pertama. Saya mengenal kata “hamba” tersebut sebagai kata ganti orang pertama, hanya melalui téks sastera yang melukiskan zaman raja-raja. Kata ganti itu biasa digunakan oléh kawula kerajaan yang berbicara dengan raja, yang kadang-kadang dapat dipertukarkan dengan kata “pauk”. Sebagai pasangan kata “hamba” dan “patik”, yang digunakan sebagai kata ganti orang kedua biasanya “tuanku” atau “baginda”. Kata “tuan hamba” biasanya digunakan kalau tidak ditujukan kepada raja, melainkan kepada sesama atau yang lebih tinggi kedudukan sosialnya. Dengan mempergunakan kata “hamba”, maka si pembicara menempatkan dirinya sebagai “abdi”, “budak” orang yang diajaknya bicara-walaupun dalam kenyataannya tidak demikian. Pemakaian kata “hamba” hanya menunjukkan bahwa ia menempatkan dirinya pada kedudukan yang lebih rendah daripada orang yang diaj aknya bicara. Tanda bahwa ia menghormati orang yang diajaknya bicara itu. Setelah tidak lagi hidup di alam kerajaan, kata ganti “hamba” dianggap terlalu merendah, lalu dipakailah kata “saya” yang berasal dari kata “sahaya”. Pemakaian kata ganti “aku” dalam percakapan hanya digunakan di kalangan yang sama tinggi derajatnya dan sudah akrab. Dalam hal ini orang-orang yang berasal dari Sumatera lebih mudah dan lebih umum mempergunakan kata ganti “aku”. Belakangan karena pengaruh bahasa Jakarta, kata “aku” pun berubah menjadi “gua” atau “gue”. Dan kata yang konon berasal dari salah satu bahasa dialék Cina itu karena posisi Jakarta sebagai ibu kota yang dianggap lebih “bergengsi”, menyebar dengan cepat (terutama melalui kaum muda) ke berbagai kota di seluruh penjuru tanahair. Apalagi setelah penyebaran itu diinténsifkan pula melalui siaran-siaran sinetron télévisi. Tetapi orang-orang Jawa, apalagi kalau dalam pertemuan resmi, lebih suka mempergunakan kata ganti “kami” untuk menyebut dirinya sendiri singular. Mungkin karena ada anggapan bahkan kata “saya” pun masih kurang halus. Kata “kami” telah dikenal dalam bahasa Melayu, namun mempunyai arti yang berbéda. Kata “kamil merupakan kata ganti pertama untuk orang banyak (plural). Jadi, bukan kata ganti diri pribadi. Boléh juga kata tersebut digunakan sebagai kata ganti orang pertama singular, tetapi husus hanya oléh raja atau pengarang dalam kata pengantar bukunya. Maka pemakaian kata “kami” yang sama artinya dengan “saya” oléh orang Jawa yang maksudnya untuk lebih merendahkan diri, malah dianggap oléh pendengar yang bukan orang Jawa, apalagi oléh mereka yang berasal dari Sumatera, sebagai kecongkakan yang berlebihan, karena sama dengan menempatkan dirinya sama dengan raja. Dalam bahasa Jawa sebenarnya digunakan kata ganti orang pertama “aku” di antara orang yang sederajat dan akrab. Mungkinkah pemakaian “aku” sekarang dalam bahasa Indonésia sebagai pengaruh dari sukubangsa Jawa yang hendak mempergunakan kata “aku” seperti dalam bahasanya sendiri? Entahlah. Tak ada penelitian mengenai hal itu. Tapi kalaupun benar demikian, adalah menarik bahwa yang diambil dari bahasa Jawa justru kata ”aku” dan bukan, misalnya, kata “kulo” yang berasal dari “kawulo” yang artinya sama dengan “hamba” dalam bahasa Melayu. Mémang kata-kata “hamba”, “saya”, “kami” (singular) cocok untuk masyarakat féodal kerajaan. Setelah Indonésia merdéka dan menganut sistim demokrasi, maka kata-kata itu bisa dianggap tidak cocok lagi. Kata “aku” dianggap dan dirasakan lebih cocok. Tetapi hal demikian bertalian dengan rasa bahasa yang tidak mudah berubah. Saya sendiri, misalnya, sudah merasa énak dengan kata ganti “saya” tanpa merasa menempatkan diri sebagai “hamba”, merasa sukar mengganti kata ganti tersebut dengan “aku”, kecuali kalau berbicara dengan kawan-kawan akrab seusia. Saya jadi ingat kepada salah satu bait sajak Chairil yang menyatakan bahwa kita ini bangsa yang “baru bisa bilang aku”. Ternyata tak mudah perjalanan dari “hamba”, “saya”, “kami” untuk sampai kepada “aku”. AJIP ROSIDI Buku: BUS BIS BAS – Berbagai Masalah Bahasa Indonesia – Catatan dan Pandangan Ajip Rosidi Catatan: Dalam buku ini, Ajip Rosidi memang membedakan penulisan huruf “e” dan “é” untuk membedakan bunyi.
PARA PEMINUM
Karya: sutardji calzoum bachri

di lereng lereng
para peminum
mendaki gunung mabuk
kadang mereka terpeleset
jatuh
dan mendaki lagi
memetik bulan
di puncak
mereka oleng
tapi mereka bilang
--kami takkan karam
dalam lautan bulan--
mereka nyanyi nyai
jatuh
dan mendaki lagi
di puncak gunung mabuk
mereke berhasil memetik bulan
mereka mneyimpan bulan
dan bulan menyimpan mereka
di puncak
semuanya diam dan tersimpan

HERMAN
Karya: sutardji calzoum bachri
herman tak bisa pijak di bumi tak bisa malam di bulan
tak bisa hangat di matari tak bisa teduh di tubuh
tak bisa biru di lazuardi tak bisa tunggu di tanah
tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan
tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut di mulut
tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa
di mana herman? kau tahu?
tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng!


MATA HITAM
karya : WS Rendra

Dua mata hitam adalah matahati yang biru
dua mata hitam sangat kenal bahasa rindu.
Rindu bukanlah milik perempuan melulu
dan keduanya sama tahu, dan keduanya tanpa malu.
Dua mata hitam terbenam di daging yang wangi
kecantikan tanpa sutra, tanpa pelangi.
Dua mata hitam adalah rumah yang temaram
secangkir kopi sore hari dan kenangan yang terpendam.



AKU BERADA KEMBALI
Karya : Chairil Anwar

Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.
Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh
1949

PADA SUATU HARI NANTI
Karya : Supardi Djoko Damono
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.


DARI BENTANGAN LANGIT
Karya :Emha Ainun Najib

Dari bentangan langit yang semu
Ia, kemarau itu, datang kepadamu
Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang
Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan
menyapu hutan !
Mengekal tanah berbongkahan !
datang kepadamu, Ia, kemarau itu
dari Tuhan, yang senantia diam
dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa
yang senyap. Yang tak menoleh barang sekejap.

1997

SEBUAH JAKET BERLUMURAN DARAH
karya: Taufik Ismail

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan.
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.


HANYA DALAM PUISI
karya : Ajip Rosidi

Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy dan
Mayakowsky
Namun kata-katamu
kudengar
Mengatasi derak-derik
deresi.

Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan
gunung-gunung
Lalu sajak-sajak
tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang
terbungkuk sejak pagi

Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit
dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari
mencari Hawa.

Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga
ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada
situasi?

Dalam lembah
menataplah wajahmu
yang sabar.
Dari lembah
mengulurlah tanganmu
yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari
besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir:
Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.

1968

SURAT DARI IBU
Karya : Asrul Sani

Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas !
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang kesarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku !
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam !
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”


SEBELUM LAUT BERTEMU LANGIT
karya : Eka Budianta

Seekor penyu pulang ke laut
Setelah meletakkan telurnya di pantai
Malam ini kubenamkan butir-butir
Puisiku di pantai hatimu
Sebentar lagi aku akan balik ke laut.

Puisiku – telur-telur penyu itu-
mungkin bakal menetas
menjadi tukik-tukik perkasa
yang berenang beribu mil jauhnya
Mungkin juga mati
Pecah, terinjak begitu saja

Misalnya sebutir telur penyu
menetas di pantai hatimu
tukik kecilku juga kembali ke laut
Seperti penyair mudik ke sumber matahari
melalui desa dan kota, gunung dan hutan
yang menghabiskan usianya

Kalau ombak menyambutku kembali
Akan kusebut namamu pantai kasih
Tempat kutanamkan kata-kata
yang dulu melahirkan aku
bergenerasi yang lalu

Betul, suatu hari penyu itu
tak pernah datang lagi ke pantai
sebab ia tak bisa lagi bertelur
Ia hanya berenang dan menyelam
menuju laut bertemu langit
di cakrawala abadi

Jakarta, 2003


IBU Karya: D. Zawawi Imron

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.


TERIMAKASIH ANDA TELAH MEMBACA PUISI di ATAS. SALAM obing


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Html Editor

Html Editor

Buat sahabat blogger yang baik. bila Anda suka mengutak-atik kode (tag) html dalam nembuat halaman web atau sekedar membuat buku bacaan...

Share English German French Arabic Chinese Simplified